Semalam hujan turun lebat, sementara saya menunggu istri saya yang baru dalam perjalanan pulang dari kantor. Lembur / Over time membuat istri saya harus pulang larut malam. Setelah beberapa saat, akhirnya istri saya sampai juga di rumah, dan seperti biasa, setelah beres-beres, kami biasanya berbagi-cerita tentang hal-hal yang kami lakukan hari ini. Ada satu cerita yang menarik, yang membuat saya kagum. Istri saya bercerita bahwa saat dirinya dalam perjalanan menuju kantornya di jalan Gatot Subroto, setelah turun dari Busway di Shelter Kuningan, seperti biasa dirinya harus berjalan kaki dulu ke arah perempatan Mampang Prapatan untuk selanjutnya akan naik bis umum ke kantornya. Dalam perjalanannya itu, tiba-tiba ia mendengar ada suara tangisan anak kecil. Rasa keingintahuan mendorongnya untuk mencari asal suara tangisan tersebut, dan alhasil ternyata memang ada seorang anak kecil yang sedang menangis tersedu-sedu sambil bersembunyi di dekat box Telkom. Istri saya kemudian langsung menghampiri anak kecil itu dan menanyakan apa penyebab anak kecil itu menangis.
Menurut istri saya, anak kecil itu kira-kira berumur 7-8 tahun, kulit sawo matang, rambut hitam ikal, menggunakan t-shirt warna merah tapi sudah agak lusuh dan kotor, dan celana pendek cokelat. Istri saya mencoba untuk menenangkan anak kecil yang menangis tanpa henti itu. Setelah beberapa saat akhirnya anak kecil itu berhenti menangis dan akhirnya istri saya bisa berbicara dengannya. Anak itu bercerita bahwa dia adalah seorang penjual kantong plastik eceran di pasar tradisional dekat daerah itu, setelah dari pagi dirinya berjualan kantong plastik kesana-kemari, akhirnya mendapatkan sedikit penghasilan yang rencananya akan digunakan untuk biaya sekolahnya.
Namun sayangnya semua itu lenyap saat dirinya dihampiri seorang pemuda yang kemudian memalaknya dan mengambil semua uang hasil jerih payahnya. Mendengar cerita anak kecil tersebut benar-benar menyentuh hati istri saya. Pantas saja anak kecil itu menangis tersedu-sedu, selain uangnya raib, tapi ternyata dirinya juga takut pulang ke rumah, katanya takut dimarahi orang tuanya. Tanpa pikir panjang, istri saya langsung berkata kepadanya untuk tidak perlu takut pulang, lalu istri saya langsung membuka tas dan mengambil sejumlah uang sebesar yang sudah raib tadi dan memberikannya kepada anak kecil itu, dan berkata, "Jangan bersedih dik, ambilah uang ini untuk menggantikan uang yang tadi diambil, dan pulanglah ke rumah... Jangan lupa belajar yah". Dan anak kecil itu pun mulai berhenti menangis, dan menuruti apa yang istri saya katakan. Setelah istri saya merasa tenang dan melihat anak kecil beranjak pulang, istri saya langsung melanjutkan perjalanannya ke kantor.
Mendengar cerita ini benar-benar menambah kekaguman saya terhadap istri saya, tapi di sisi lain saya juga sedih melihat kenyataan ternyata masih banyak anak-anak di bawah umur yang terpaksa harus bekerja untuk membantu orang tuanya, mereka bekerja siang-malam tanpa lelah sambil dibayangi ketakutan terhadap orang-orang yang tidak bertanggung jawab, padahal menurut Undang-Undang seharusnya pemerintah melindungi anak-anak tersebut. Ironis!
No comments:
Post a Comment